Tahun 2006, Fadia Salim, mencari sebuah kesibukan yang bisa sekaligus menambah penghasilan keluarga. Kebetulan, warga Bengkulu ini, suaminya bekerja di Jakarta, dan hanya mengirim uang sebulan sekali. Suatu hari, ketika sedang jalan-jalan ke pantai, muncul ide untuk membeli beberapa ikan asin dan kemudian ia kemas menarik untuk dijual lagi dengan merek 'Pelangi'. Fadia kemudian menitipkannya di sentra oleh-oleh, dan ternyata laku keras.
Tanpa membutuhkan waktu lama dan modal besar, usahanya semakin lama semakin besar. Bahkan Fadia mampu menambah produksi dan mempekerjakan warga sekitar rumahnya. Padahal kalau dipikir, Fadia menuturkan, apa yang ia lakukan ketika itu sungguh sederhana. Hanya memberi kemasan menarik, cantik dan rapi, ternyata bisa menambah pemasukan keluarga. Ide itu bisa muncul karena Fadia melihat, ketika itu oleh-oleh Bengkulu hanya itu-itu saja, tidak ada inovasi.
Langah yang diambil perempuan berhijab ini tidak cukup sampai di situ. Fadia lalu melakukan pembinaan kepada nelayan yang memproduksi ikan asin agar dapat menghasilkan ikan asin yang bersih dan higienis. Ia juga melakukan inovasi dengan menjual ikan teri asin tanpa kepala, karena banyak ibu-ibu yang tidak menyukai kepala ikan teri. Ketika ia jual, produk itu pun juga laris. Kalau dulu orang makan ikan teri dalam keadaan utuh, dengan produk ini jadi lebih praktis.
Dari situ Fadia berkenalan dengan ikan yang disebut baledang oleh nelayan setempat. Tak disangka, dari pertemuan itu muncul ide kreasi melahirkan keripik ikan baledang yang kemudian menjadi salah satu oleh-oleh khas Bengkulu. Padahal awalnya oleh para nelayan, ikan baledang yang kecil tidak bernilai ekonomis tinggi hingga dibuang atau diabaikan begitu saja. Harga satu kilogramnya ketika itu hanya Rp 2000. Fadia lantas mencoba menjadikannya peyek atau keripik dan ternyata banyak yang menyukainya sampai sekarang.
Comments
Post a Comment